JAKARTA LIFE'S STYLE. Rabu (8/7) besok, kita akan menggelar pesta demokrasi akbar bertajuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2009. Sebanyak 176 juta penduduk Indonesia telah terdaftar untuk memilih. Sebelum menjatuhkan pilihan, ada baiknya kita menengok kembali program-program ekonomi setiap pasangan calon presiden (capres).
Pasangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto (Mega-Pro) yang menempati nomor urut satu menawarkan Delapan Program Aksi untuk Kemakmuran Rakyat. "Janji dan visi ekonomi kami lebih konkret dibanding calon lain. Saya tidak main-main dengan visi itu. Kalau tidak sanggup saya laksanakan, saya siap mundur," kata Prabowo, Senin (6/7).
Delapan program itu, antara lain, menjadwalkan kembali utang luar negeri dan mengalihkannya untuk membiayai program pendidikan, kesehatan, pangan dan energi yang murah serta ramah lingkungan. Selain itu, mencetak dua juta hektar lahan baru untuk meningkatkan produksi beras, jagung, kedelai, dan tebu yang diharapkan dapat mempekerjakan sekitar 12 juta orang.
Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (SBY-Boediono) yang menduduki nomor urut dua menjanjikan pertumbuhan ekonomi minimal 7 persen dan mengurangi angka kemiskinan hingga 10 persen lewat pembangunan pertanian, perdesaan, dan program prorakyat.
Pasangan incumbent ini berjanji akan memangkas angka pengangguran sampai 6 persen melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan modal usaha. "Mari kita bekerja lebih keras agar lima tahun ke depan menjadi kebangkitan baru bagi bangsa Indonesia, menuju negara maju," tandas SBY, panggilan akrab Susilo Bambang Yudhoyono
Adapun pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto (JK-Wiranto) yang menempati nomor urut tiga mengusung visi dan misi tercapainya ekonomi bangsa yang mandiri, berdaya saing, dan berkeadilan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Mereka mengusung kebijakan pro-pasar, yakni pasar rakyat yang mampu menggerakkan roda ekonomi riil.
Juru Bicara Tim Ekonomi JK-Wiranto, Bambang Soesatyo, mengatakan, kalau terpilih menjadi pemimpin negeri ini, JK-Wiranto akan mengamankan penerimaan negara dan sebisa mungkin tidak membebani rakyat sebagai wajib pajak. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir ini, beban APBN sangat berat. Lebih dari 30 persen penerimaan negara tersedot untuk membayar utang. "Ini sangat mengganggu efektivitas APBN sebagai penggerak pembangunan," katanya.
Read : http://buyingsguide.blogspot.com
Read : http://bekasijakarta.blogspot.com
Read : http://bukalowongankerja.blogspot.com
0 komentar:
Post a Comment