JAKARTA LIFE'S STYLE
Semua pasti mengenal nama Tanri Abeng, Laksamana Sukardi, Sugiharto, Sofyan Djalil, dan Mustafa Abubakar. Pada 29 Oktober 2009, di Gedung Pertamina, Jakarta, lima tokoh tersebut tampak satu meja, saat peluncuran buku "BUMN Membangun Bangsa".Terlihat akrab, Menteri BUMN Mustafa Abubakar bercengkarama dengan para "senior". Tentu peristiwa langka itu membuat siapa pun yang melihatnya ingin tahu apa sesungguhnya yang mereka bicarakan.
Tentu saja kalau boleh ditebak, di benak mereka bagaimana BUMN sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dapat lebih efisien, dan memiliki kinerja keuangan yang terus meningkat.
Buku setebal 262 halaman yang disiapkan Kementerian BUMN pada malam itu, diluncurkan dalam rangka pisah sambut Sofyan Djalil kepada pemegang estafet berikutnya, Mustafa Abubakar.
Buku tersebut menuliskan seluruh jejak peran dan kontribusi BUMN, seakan menjadi gambaran bahwa BUMN terus berproses, berbenah dan berubah bisa menjadi saksi bahwa pengelolaan BUMN dari tahun ke tahun semakin bagus.
Sebut saja, pada periode 2004-2008, kinerja keuangan BUMN tergolong bagus. Ekuitas BUMN tercatat melonjak dari Rp366,12 triliun 2004 menjadi Rp526,13 triliun pada 2008, atau meningkat hingga 143,70 persen.
Dari sisi pendapatan, meningkat 220,09 persen menjadi Rp1.161,7 triliun, dari sebelumnya Rp527,83 triliun. Demikian halnya laba bersih terangkat 212,42 persen dari Rp36,94 triliun menjadi Rp78,47 triliun.
Satu lagi, total belanja operasional BUMN selama 2004-2008 sebesar meningkat 226,81 persen dari Rp453,40 triliun (2004) menjadi Rp1.028,37 triliun (2008).
Sedangkan setoran dividen meningkat 295,33 persen, yaitu Rp9,85 triliun (2004) menjadi Rp29,09 triliun (2008).
Selama periode itu pula, dari 141 BUMN sebanyak 118 BUMN di antaranya membukukan keuntungan, sementara yang menderita rugi tinggal 23 perusahaan.
Namun bagaimana memasuki tahun 2009? Tahun ini kineja BUMN dibayangi krisis ekonomi global yang sedikit banyak mempengaruhi kinerja perusahaan dalam negeri.
Menurut Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu, puncak transformasi yang dilakukan BUMN tercermin dalam tiga tahun terakhir.
"Selain peningkatan nilai aset dan pertumbuhan laba di beberapa sektor, penugasan pemerintah untuk menyalurkan beberapa komoditas bersubidi dan jasa layanan publik oleh BUMN dapat dijalankan dengan baik," kata Said.
Namun dalam perjalanannya, BUMN memang selalu menjadi sorotan. Meskipun semakin mengecil, namun stigma negatif terhadap BUMN masih saja muncul.
Campur tangan negara pada perekonomian nasional melalui BUMN menurut sebagian kalangan menciptakan inefisiensi dalam perekonomian nasional. Pengelolaan BUMN yang kurang profesional menjadi beban bagi anggaran belanja negara.
BUMN dinilai masih merupakan institusi yang paling rentan terhadap tindakan korupsi. Kerugian uang negara yang terbesar juga berasal dari tindak korupsi yang terjadi di dalam institusi BUMN.
"BUMN paling rentan karena merupakan institusi yang erat berkaitan dengan pengusahaan ekonomi dan menyumbang pendapatan ke kas negara. Tindakan korupsi di BUMN pun berdampak langsung kepada keuangan negara," kata Koordinator Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko, dalam suatu diskusi.
Pemilihan jajaran direksi atau komisaris BUMN yang pada kenyataannya amat bergantung pada lobi-lobi politik, ini makin membuat BUMN terpuruk.
Hilangkan pengaruh politik
Senada dengan itu, pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy mengatakan pemerintah harus mampu menghilangkan pengaruh partai politik terhadap pengelolaan BUMN.
"Kalau tidak... BUMN tetap saja jadi sapi perah," kata Ichsanuddin.
Jika zaman orde baru kontribusi BUMN bisa mencapai 75 persen terhadap PDB, maka belakangan makin menurun karena makin menguatnya dominasi swasta.
Pengelolaan BUMN dalam lima tahun ke depan (2009-2014) menurut Ichsanuddin, menjadi taruhan bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menempatkan orang-orang yang profesional dan tidak terkait politik di BUMN.
Menanggapi hal itu, mantan Menneg BUMN Sofyan Djalil mengatakan, BUMN sudah semakin profesional sebagai satu korporasi yang utuh, pengelolaannya pun sudah mengedepankan prinsip "good corporate governance" (tata kelola perusahaan yang baik dan benar).
Pelan-pelan, transformasi di BUMN sudah dapat menjadi lokomotif pembangunan ekonomi bangsa. Menurutnya BUMN seharusnya bisa lebih perform, karena dikontrol oleh DPR, media, dan berbagai kalangan.
Prospek
Memasuki tahun 2010, analis memperkirakan prospek ekonomi akan lebih baik dibanding tahun 2009 meski dibayang-bayangi kasus Century, dan implementasi ASEAN China Free Trade Area (ACFTA).
Dari sekitar 2.500 sektor usaha di Indonesia, terdapat 303 sektor yang belum siap untuk turut serta dalam ACFTA.
Untuk itu, BUMN sebagai pelopor perekonomian harus mampu meningkatkan daya saing industri.
Menurut Said Didu , walaupun sangat tipis, hampir semua sektor seperti pertambangan, perkebunan, prasarana angkutan, perbankan, telekomunikasi, termasuk usaha bidang kelautan dan kelautan akan mengalami pertumbuhan.
Meski begitu, Kementerian BUMN merekomendasikan enam sektor BUMN yang sulit berkembang untuk mendapatkan penanganan khusus secara berkelanjutan dari pemerintah.
"Penanganan enam sektor menjadi agenda berkelanjutan Kementerian BUMN sebagai pembina sekaligus pengawas BUMN," kata Said Didu.
Enam sektor BUMN yang dimaksud adalah perusahaan di bidang kertas, percetakan, dan penerbitan. Sektor sarana angkutan darat, jasa konsultan konstruksi, farmasi, dan industri strategis.
Sulit berkembang karena sulit bersaing di pasar, juga masih membutuhkan kebijakan baru dan menyeluruh dari pemerintah.
Memasuki pengelolaan perusahaan "pelat merah" di bawah Menteri Mustafa Abubakar, kinerja dalam 100 Hari Pertama, menjadi tolok ukur penilaian public dalam menjalankan tugas.
Pria kelahiran Pidie, 15 Oktober 1949 ini, meski mengaku bahwa pekerjaan menjadi mengawasi BUMN bukan pekerjaan susah tetapi maha besar, ia berusaha cepat beradaptasi dengan memanggil seluruh deputinya.
Berbekal pengalamannya memimpin Perum Bulog, dan pernah menjadi Plt Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, tidak membuatnya surut untuk mengerahkan segala kemampuannya membenahi BUMN.
Kementerian BUMN menetapkan 14 agenda prioritas meliputi reformasi birokrasi, reformasi kepemimpinan BUMN, peningkatan koordinasi antar lembaga, program "right sizing", restrukturisasi dan penyelesaian BUMN rugi.
Selanjutnya program privatisasi, harmonisasi Peraturan perundang-undangan, penyelesaian Rekening Dana Investasi (RDI)/SLA, penyelesaian Bantuan Pemerintah yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDS). Ada pun program lainnya, penataan sistem remunerasi, penyesuaian sistem akuntansi, penetapan dividen, pembentukan BUMN Fund, dan pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Untuk mengemban tugas tersebut, Mustafa dengan yakin mengatakan akan menetapkan tiga hal pokok yaitu "berani tidak popular, kuat terhadap tekanan, dan tahan terhadap godaan".
Sesungguhnya, dalam mengelola BUMN yang baik bisa diwujudkan dengan mengedepankan transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan penegakan hokum, yang bila ditegakkan, maka kemampuan BUMN dalam menghasilkan laba akan meningkat. Akibatnya, daya tahan BUMN menguat. Dalam kondisi BUMN yang kuat dan berdaya saing, maka tidak perlu lagi ada wacana privatisasi BUMN.(ANTARA)
0 komentar:
Post a Comment