Koperasi Langit Biru (KLB) sudah berjalan sekitar satu tahun berdasarkan Akta Notaris Winda Wirata No 24 tanggal 9 April 2011, yang diterbitkan Dinas Koperasi dan UMKM Banten, 20 Juli 2011.
Pada awal koperasi tersebut dibentuk Jaya Komara, saat itu bisnis daging sapi berjalan lancar dan keuntungan pun dinikmati anggota koperasinya.
Tetapi seiring berjalannya waktu, anggotanya pun mulai bertambah banyak sampai ke berbagai wilayah seperti Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Jakarta.
Banyaknya orang yang mengikuti kegiatan investasi di koperasi tersebut, membuat Jaya Komara kewalahan untuk memberikan keuntungan yang dijanjikan sampai akhirnya, pembagian keuntungan diberikan dengan menggunakan uang anggota sendiri, bukan dari keuntungan usaha daging sapi.
"Awalnya kan bisnis daging sapi. Benar ada, tapi ketika masyarakat yang minat investasi semakin besar, dan dia tidak sanggup lagi mengelola, kan harus ada profit menjual daging, profit harus ada untuk membayar bunga. tapi ketika profit tidak ada lagi, maka yang dipakai uang nasabah lain," ungkap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kombes Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (26/7/2012).
Jelas Boy, Jaya Komara menutupi janjinya dengan sistem gali lobang tutup lobang, dimana uang investor baru yang disetorkan digunakan untuk membayar investor yang lama.
"Ini dugaan gambaran seperti ini. Ketika masyarakat jadi berbondong-bondong jadi investor, kewajiban makin besar, profit sektor riil tidak ada. Akhirnya uang masyarakat untuk masyarakat diputar seperti itu," terang Boy.
Memang pada dasarnya Koperasi Langit Biru tidak memiliki izin untuk menarik dana dari masyarakat, meskipun lembaganya berbadan hukum. Tetapi izin yang diperoleh Koperasi Langit Biru bentukan Jaya Komara tersebut melanggar izin yang diberikan pemerintah.
Selain itu, dalam rangka menarik anggota baru, Koperasi Langit Biru menawarkan investasi dengan imbalan tinggi. Paket investasinya berkisar Rp 385.000-Rp 14 juta.
Imbal hasilnya mencapai 258,97 persen dalam dua tahun atau 10 persen sebulan dari nilai penyertaan. Koperasi tersebut memutar uang nasabah di usaha broker daging.
Koperasi tersebut sebelumnya mengaku telah menjaring 115.000 investor dengan dana yang terkumpul di atas Rp 500 miliar, tetapi pada kenyataannya keuntungan yang dijanjikan koperasi tersebut kepada para anggotanya tak kunjung dibayarkan, bahkan uang yang distorkannya pun raib.
sumber: Tribunnews
0 komentar:
Post a Comment