"Tidak ada bayaran untuk mereka," kata Nyoman di Polda Metro Jaya, Senin (4/5). Kelima kliennya pun tidak menagih pembayaran saat usai dan sebelum eksekusi karena mengira ini operasi intelijen.
"Mereka sadar kalau operasi intelijen tidak ada upah," katanya. Belakangan, tambahnya, setelah mereka ditangkap, baru mengetahui telah dibohongi.
Kelima eksekutor yang diwakili oleh Nyoman Rae beserta BM Slamet Situmorang adalah EN, DD, HS, HK, dan FT. Nyoman mengaku tidak tahu menahu atas dua pelaku lain yang diduga menjadi eksekutor.
Kliennya juga mengaku tidak bisa menolak perintah operasi itu. Situmorang tidak menyebut kliennya diancam, "tapi mereka tidak bisa menolak perintah operasi ini," katanya. Ia tidak mau menyebut apa alasan kliennya tidak bisa menolak operasi itu.
Nyoman bersama Situmorang mengaku baru satu kali menemui kliennya. "Itu juga hanya satu jam," katanya. Ia tidak mengetahui kisah detail dari para kliennya.
Namun, ia mengakui kliennya pernah bertemu di Markas Besar Kepolisian pada bulan Februari lalu. "Hanya satu kali," katanya. Ia juga memastikan kliennya hanya warga sipil biasa dan tidak pernah dilatih secara militer di mana pun.
Sebelumnya sumber Tempo menyebutkan bahwa para eksekutor itu dibayar Rp 20 sampai 70 juta. Si penembak mendapatkan honor Rp 70 jta.
Sumber lain menyebutkan, para eksekutor itu terpaksa melakukan tugasnya karena mereka diancam dibunuh. "Kalau tak dijalankan, akan dilewatkan," begitu intruksi pemberi order
0 komentar:
Post a Comment